SIM CORONA (edisi comeback kaya boyband)

Samlekom, welcome back to my chhhh-ot, gak gak selamat menikmati lagi curhatan-curhatan saya di website yang sudah debuan bersarang laba-laba ini. Time terbang (flies) dengan lika-liku kehidupan kampus, up and down, moon and seabed, tebing dan dasar jurang, halah ok pokoknya lagi banyak urusan kemaren dan males nulis aja. Jadi, malam ini, sekarang 6 Juni 2020 jam 23:22 WIB pas ngetik ini, gua mau cerita tentang SIM corona.

Karena corona datang tiba-tiba tanpa assalamualaikum, semua panik dan public services temporarily shut down, termasuk perpanjangan SIM. Lalu finally reopen per tanggal 29 Mei 2020 kemarin. Gua yang SIM nya habis di bulan Mei, mau tak mau harus segera perpanjang, karena cuma dapet dispensasi sebulan sadja.

Percobaan pertama, 2 Juni 2020. Karena tanggal 1 Juni adalah tanggal merah dan tanggal 30 Mei adalah hari minggu, jadi first attempt manusia-manusia yang ingin perpanjang SIM corona adalah tanggal 2 Juni 2020. Ok, diniatkeun berangkat tanggal 2. Tapi eh tapi, muncul seliweran kabar kalo ternyata pelayanan perpanjangan SIM ditutup (extended) sampe 29 Juni 2020. Yaudah batal deh ah, daripada nyampe satpas ujug-ujug eh masih tutup, wakwaw.

Percobaan kedua, 4 Juni 2020. Sudah diniatkan ah dateng pagi lah biar kelar cepet, trus siangnya back to work lagi di rumah. Subuh melek, prepare bawa tas lauk bekel cemilan minuman bahkan laptop standby karena takut tiba-tiba dihubungin urgent ada yang harus dikerjain. Jam 6 kurang, cabut ke satpas. Masuk, parkir, suda banyak kerumunan, wadu jangan sampe jadi cluster covid e e e e e, gak amit-amit. Nanya father-father alias ayah-ayah, eh bukan dong maksudnya nanya bapak-bapak untuk ambil antrian dan alurnya gimana, ternyata “Saya dari jam 5 ini dapetnya nomer 73 mas. Udah habis kuota nya jam segini mah, pulang aja”. Hngggggg ok karena suda bejubel juga dan pasti abis, pulang, mission abort, I repeat, mission abort.

Percobaan ketiga, 6 Juni, hari ini. Gua berangkat lebih pagi, sebelon adzan subuh, gua subuhan di pombensin. Lanjut, tiba-tiba sampe satpas jam 5 kurang dan itu antrian udah 100 meter an di luar gerbang. Ok terima sadja, parkir motor, antri. Untungnya 10 menitan langsung dibuka gerbang dan tertib tuh ambil nomer antrian, gua kebagian nomer 94, jam 5 pagi, ok. Duduk di ruang tunggu gitu, isi absen sesuai nomer. Nunggu lagi, urut sampe dapet formulir, diisi. Nunggu lagi antrian ke pos Kesehatan yang keliatannya cuma ‘formalitas’. Ninu ninu ninu. Pertama, Cuma ditanya tinggi badan, berat badan, umur, berkacamata atau enggak, dan dites buta warna 2 gambar doang, dan gambarnya itu-itu saja which means lu bisa mendengarkan jawaban orang yang antriannya di depan lu, hapalan aja gitu tanpa liat gambarnya. Ok, trus dicap formulirnya, ok saya sehat uwu. Keluar pos Kesehatan, taro form ke petugas, antri lagi nunggu untuk foto. Dipanggil foto, sidik jari, tanda tangan, dan bayar. Nah part bayar ini yang menyedihkan heu. Selama pra-perpanjangan udah cari info sana sini, baca web sana sini, baca berita sana sini tentang biaya administrasi. Semua sumber bilang harga range 80-100 ribuan per SIM. Tapi sungguh ternyata oh tidaak, 135 ribu (SIM C) dan 140 ribu (SIM A). Ok, senin harga naik, ayo bunda cepat cepat -eh bukan lagi jualan property ya maaf becanda. Selesai bayar, nunggu lagi sim jadi. Lalu dipanggil, tapi kok cuma 1 SIM yang dikasih, ternyata bapak pulisi nya lupa ngeprint SIM saya yang satunya, hadah nunggu lagi ok, siap, mantap. Ok, setelah dua-duanya kepegang, mari kita pulang, jam 11 siang yey.

Ok selesai. Jadi ini cerita tentang SIM corona nya, mungkin alurnya kaya begitu: antri-antri-antri-antri-foto-antri-pulang, ya gitu lah, pokoknya antri.

Leave a comment